Disandra Rendra: membuka tirai ‘maksud baik’ para penguasa
Kenapa maksud baik tidak selalu berguna
Kenapa maksud baik dan maksud baik bisa berlaga?
Orang berkata: “kami punya maksud baik.”
Dan kita bertanya: “maksud baik sodara, untuk siapa?”
Entah kecamuk pikiran macam apa yang memenuhi benak Rendra tiga puluh lima tahun yang lalu. Saat penyair kehidupan ini meneriakkan sajaknya di depan ratusan mahasiswa baru Universitas Indonesia angkatan 1977. Sebuah sajak yang membadai, menerpa semua cerita tentang pembodohan dan pengkhianatan di negeri ini: Sajak Pertemuan Mahasiswa. Sebuah kumpulan huruf-huruf yang beku, tapi tulus bercerita.
Lupakan sejenak cerita tentang heroisme para pahlawan-pahlawan kemerdekaan. Maksud baik mereka kini telah terkubur–atau mungkin dikubur–dalam-dalam oleh imperialisme modern: penjajahan melalui berbagai sektor, dengan para wakil kita di gedung-gedung megah sana sebagai kumpeninya, atau kaki tangannya. Kita memang tidak dipaksa membangun jalan dari Anyer sampai Panarukan. Tidak juga dipaksa menanam kopi atau tebu di tanah air kita sendiri. Tapi kita selalu coba dikelabui, dibodohi, dan Continue reading Disandra Rendra